Jumat, 20 April 2012

“...Teruntuk Aceh dengan Penuh Cinta...”



    "...Kalian itulah wahai warga Aceh, yang bisa membuat kami melihat kalian hebat karena sesungguhnya kalian memang luar biasa..."

Oleh Mariska Lubis*(

Dengan segala hormat dan kerendahan hati, saya bermaksud menyampaikan apa yang ada di dalam hati atas apa yang saya rasakan tentang Aceh. Sesuatu yang keluar dari keprihatinan yang sangat mendalam atas apa yang sekarang ini terjadi Aceh. Sebuah negeri, yang bagi saya, teramat sangat indah dan dipenuhi banyak sekali berkat serta rahmat terindah dari-Nya.

Sungguh saya merasa sangat sedih bila ada banyak orang-orang di luar Aceh yang berkata buruk tentang Aceh. Saya yang bukan orang Aceh dan tidak tinggal di Aceh pun dapat merasakan betapa pedihnya orang Aceh bila mendapatkan penilaian seperti itu dari yang lain. Namun, bagaimana bisa orang di luar Aceh bisa memberikan nilai dan penghargaan yang baik atas Aceh bila Aceh sendiri tidak memperlihatkan perilaku politik yang indah bagi semua?!

Hukum syariat yang sedianya merupakan sebuah hukum yang diambil dari ajaran agama Islam, sebuah agama penuh cinta, menjadi berkesan sangat keras dan kejam. Perempuan pun menjadi seolah didiskriminasi karena dikekang kebebesannya di dalam berekspresi, karena dalam berpakaian pun sudah diwajibkan. Padahal, di dalam sejarah dan budaya Aceh, tidaklah ada yang membuktikan bahwa memang semua itu benar sejarah dan budaya Aceh sendiri. Apakah Tjut Nyak Dien, pahlawan perempuan dari Aceh yang berjuang untuk Aceh, bisa dikatakan perempuan bersalah pada saat ini karena tak mengenakan jilbab?! Bila beliau menolak untuk mengenakannya, apakah rambutnya akan digunting, digunduli, dan dihukum cambuk?!

Sementara program Jaminan Kesehatan Aceh sukses dijalankan, tetapi masyrakat Aceh tetap terjerat dalam kemiskinan. Harga daging untuk perayaan meugang pada saat menjelang hari Raya Idul Fitri yang mencapai Rp. 130 ribu per kiliogram tidaklah bisa dijangkau kebanyakan masyarakat. Bukankah ini menunjukkan ketimpangan di dalam pengelolaan kesejahteraan masyarakat dan menjadi bukti terjadi kesenjangan sosial yang tinggi?!

Begitu juga sesaat setelah diumumkan bahwa Pilkada di Aceh dilanjutkan dan Partai Rakyat Aceh pun "menyerah", riuh rendah gegap gempita berbaur antara gelak tawa mereka yang merasa menang dan mereka yang berduka. Bukan hal aneh bila ada yang senang dan ada yang berduka, tetapi mengapa harus ada ketakutan yang mencekam?! Semua itu bisa saja dipungkiri, namun tampak jelas dari berbagai ekspresi tulisan yang diuraikan oleh banyak masyarakat Aceh, baik di media massa maupun jejaring sosial. Sudah banyak bukan yang ditangkap karena melakukan protes dan penolakan?! Ada apa sebenarnya?!

Bagi orang yang ada di luar, termasuk saya sendiri, kami hanya bisa berperan sebagai juru tafsir yang melihat dari kacamata pandangan luar. Apa yang kami lihat dan pandang itu juga merupakan buah dari orang Aceh sendiri. Warga Aceh-lah yang menjadi pembimbing kami untuk menilai dan memberikan “harga”.

Kalian itulah wahai warga Aceh, yang bisa membuat kami melihat kalian hebat karena sesungguhnya kalian memang luar biasa. Semua itu sudah tidak perlu lagi diragukan. Sejarah sudah membuktikan bagaimana Aceh pernah tampil sebagai negeri yang luar biasa dengan sosok-sosok dan pribadi yang sangat luar biasa. Bahkan orang-orang Aceh dulu sudah berhasil melampaui Dunia Melayu. Aceh telah pernah berhasil menembus jantung negeri-negeri maju jazirah Arab. Jika tidak sedemikian hebatnya, mana mungkin Aceh bisa mendapatkan julukan sebagai Serambi Makkah?!

Tidak ada yang bisa memungkiri semua fakta dan kebenaran itu, sama juga halnya dengan bagaimana keadaan Aceh sekarang ini. Mata dan telinga boleh tertutup, tetapi kebenaran itu tidak akan pernah bisa didustai. Apa yang sudah menjadi sejarah itu dan apa yang terjadi sekarang merupakan fakta dan kenyataan yang sesungguhnya.

Kalian boleh saja menyalahkan saya dan kami atau yang lainnya atas apa yang terjadi di Aceh. Tetapi, bila terus demikian, maka yang lain pun akan semakin merendahkan kalian. Bola kesalahan yang terus digulirkan itu akan kembali kepada diri kalian sendiri. Satu jari yang kalian tunjukkan kepada yang lain memiliki empat jari lainnya yang mengarah pada diri kalian sendiri.

Jika dulu orang-orang seantero Nusantara dan Melayu datang kepada kalian untuk mendapatkan petunjuk, pengajaran, dan perlindungan, tetapi kenapa sekarang justru terbalik?! Kenapa kalian tidak memiliki rasa percaya diri atas apa yang sebenarnya sudah kalian miliki?! Mengapa kalian tidak menjadikan diri kalian sebagai referensi untuk kalian sendiri?!

Salahkah bila orang luar berpikir bahwa semua itu adalah kesalahan kalian sendiri?! Kalian sudah menukar harga diri kalian dengan kekuasaan yang singkat, harta yang setumpuk, dan kesenangan yang sesaat. Semua kekinian itulah yang kalian kejar saat ini sehingga harta terindah dan termahal yang kalian miliki itu pun lenyap dan hilang begitu saja. Di manakah jati diri kalian sesungguhnya?!

Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh seorang Hasan Tiro. Apakah kalian tidak bisa merasakan jerih payah beliau di dalam usahanya untuk memulihkan harga diri kalian?! Beliaulah yang telah membuat kepala kalian bisa tegak berdiri hingga mencapai posisi perundingan di tingkat internasional. Persis seperti apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu Aceh sebelumnya ketika para pembesar kalian menjalin kerjasama dan melakukan diplomasi dengan dunia internasional. Tidakkah kalian mau menghargainya?! Apakah beliau hanya sekedar simbol dengan memberikannya predikat sebagai seorang Wali Nanggroe?! Sedemikian rendahnyakah kalian menilai dan menghormati darah dan keringatnya?!

Saya yang bukan orang Aceh pun sangat bangga pada beliau. Saya banyak belajar dari apa yang telah beliau lakukan dan bahkan dari setiap kata yang diuraikan beliau. Sungguh saya sangat menghormati dan bahkan jatuh cinta pada beliau. Sangatlah menyedihkan bila kalian melakukan semua ini. Secara pribadi, saya tidak bisa menerima perlakuan seperti itu terhadap beliau. Apalagi jika dilakukan oleh yang sangat dicintainya, yaitu Aceh.

Jika kalian tidak melakukannya, lantas mengapa sekarang ini, sulit bagi kalian untuk berunding dan berdiplomasi?! Jangankan untuk skala internasional, bahkan dengan darah daging kalian sendiri pun kalian tidak mau melakukannya. Sebagai satu endatu seharusnya tidak demikian bukan?! Apakah saudara kalian itu kaphe yang sudah haram hukumnya bahkan untuk dijamah?! Begitukah?!

Apakah kalian memang lebih senang membiarkan yang lain belajar dari apa yang telah diberikan oleh kakek dan nenek kalian sendiri?! Membiarkan mereka mempelajari semua kitab-kitab pengetahuan dari pustaka Aceh yang mendunia itu dan menjadikannya milik mereka?!

Jika memang tidak, lantas mengapa semua kitab kebenaran, kebijaksanaan, strategi dan manajemen yang lahir dari rahim Aceh justru kalian bakar sendiri?! Mengapa kalian memusnahkannya dengan kayu-kayu kering yang apinya berasal dari emosi, ego, dan nafsu kalian sendiri?! Sedemikian teganyakah kalian memperlakukan diri kalian sendiri?! Duh, Tuhan!!!

Kalian tidak akan pernah mendapatkan harga diri kalian sebagaimana selayaknya Aceh sejati, yang sudah dititiskan pada diri kalian sendiri, jika semua ini terus terjadi. Kalian tidak akan pernah mewujudkan Aceh yang bermartabat. Semua itu hanyalah akan menjadi mimpi di siang bolong belaka.

Sekarang, semua tergantung pada diri kalian sendiri. Bagaimanakah kalian mau menjadikan Aceh dan menjadi Aceh?! Tunjukkanlah bagaimana keindahan dan kehebatan Aceh yang sesungguhnya! Sungguh saya sangat merindukan Aceh yang sejatinya.

Demikianlah ungkapan hati saya ini. Dengan penuh cinta, teruntuk Aceh.

***

Read more: http://www.atjehcyber.net/2011/10/teruntuk-aceh-dengan-penuh-cinta.html#ixzz1saf3aYTx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar