Minggu, 13 Mei 2012

Raja Kanayan, Kembalinya Panglima Perang Samudera Pasai yang Hilang

Ratusan tahun berlalu, tak ada yang menyadari Sang Panglima Perang yang gagah berani di masa kerajaan Samudera Pasai itu terkubur di sebuah areal pemakaman di Aceh Utara. Keberadaan Raja Kayanan baru terungkap pada 2009, setelah seorang peneliti sejarah Islam menginjakkan kaki di kompleks makam itu.

***

“Ini adalah kubur orang penyergap (musuh), yang berasal dari keturunan terhormat, pemberani lagi pengasih”. Begitulah makna tulisan dalam huruf arab yang tertera di sebuah batu nisan di sudut Desa Meunasah Ujoung, Blang Mee, Samudera, Aceh Utara.

Terletak sekitar 2 kilometer dari kompleks pemakaman Sultan Malikussaleh, batu-batu nisan itu tertutup semak-semak tebal.  Beberapa batu nisan amblas ditelan bumi. Tak ada yang peduli selama bertahun-tahun. Mungkin, karena tidak ada yang tahu, siapa gerangan yang terbaring di makam itu.  “Tak kenal maka tak sayang”. Begitu kata pepatah.  Maka,  ratusan tahun berlalu, kuburan-kuburan itu seolah tak bermakna kecuali onggokan batu nisan.

Dan, pada awal Juni 2009, peneliti sejarah dan kebudayaan Islam, Taqiyuddin Muhammad, yang tengah meneliti sejarah Kerajaan Samudera Pasai, menginjakan kakinya di lokasi makam itu, di sudut Desa Meunasah Ujoung, Blang Mee, Samudera, Aceh Utara.

Taqiyuddin, yang ahli epigrafi, memeriksa onggokan batu nisan kuno yang tergeletak  tak menentu di komplek makam itu. Ada nisan yang miring ke kiri, juga ada ke kanan. Selebihnya, nisan-nisan yang telah amblas, hanya tampak bagian puncak. Dua nisan terlihat beda dari yang lain. Nisan itu berhias kaligrafi indah ayat-ayat al-qur'an.

Takjub dan kagum. Itulah yang dirasakan Taqiyuddin, setelah ia berhasil membaca tulisan di nisan itu. “Keterangan inskripsi batu nisan itu menyebutkan beberapa sifat pemilik makam,” kata Taqiyuddin.

Di antaranya, hadzal qabru al-abban al-hasib asy-syuja' al-mannan. Makna dari tulisan itu, menurut Taqiyuddin, “ini adalah kubur orang penyergap (musuh), yang berasal dari keturunan terhormat, pemberani lagi pengasih”.

Kata-kata asy-syuja' yang berarti pemberani, menurut Taqiyuddin, sejauh penyelidikan yang ia lakukan sementara ini, hanya ditemukan pada nisan makam tersebut. Taqiyuddin yang adalah alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, menyimpulkan bahwa kata-kata itu sebagai pujian khusus atas keberanian dan kepahlawanan seorang pembesar dalam jihad fi sabilillah di masa silam.

Lantas, siapakah pembesar yang dikubur di lokasi itu? “Ini adalah makam milik seorang panglima perang di zaman Samudera Pasai, bergelar Raja Kanayan,” kata Taqiyuddin, putra Peusangan Birueun yang telah lama menetap di Desa Uteun Bayi, Banda Sakti, Lhokseumawe.

Berdasarkan keterangan di nisan makam itu, kata Taqiyuddin, Raja Kanayan wafat pada malam Sabtu 3 Sya'ban 872 hijriah (1468 M). Hal itu menunjukkan bahwa Raja Kanayan telah hidup pada masa pemerintahan beberapa sultan Samudera Pasai dan meninggal dunia di masa Sultan Zainal 'Abidin bin Ahmad bin Zainal 'Abidin (wafat 878 H/1474 M) menggantikan pamannya Sultan Mahmud bin Zainal 'Abidin yang wafat pada 23 Jumadil Akhir 872 hijriah (1468 M), beberapa bulan sebelum wafat Raja Kanayan.

Hal lain yang mendukung intepretasi bahwa Raja Kanayan sebagai panglima perang di zaman Samudera Pasai, kata Taqiyuddin, ialah sebuah legenda pertempuran yang dikisahkan dalam Hikayat atau Sejarah Melayu edisi yang diusahakan oleh W. G. Shellabear. Dalam karya sastra sejarah itu, pada kisah XIX (hal:112-4), diceritakan bahwa seorang pangeran dari Mengkasar (Bugis) bernama Semerluki telah diusir oleh ayahnya sebab jatuh hati kepada ibu tirinya.

Mengutip penjelasan sejarah itu, Taqiyuddin menyebutkan, sebelum Semerluki pergi merompak ke Ujung Tanah (Melaka), ia telah membumihanguskan seluruh tanah jajahan di Jawa. Di Melaka ia bertarung dengan Laksamana (Melaka). Peperangan sengit itu kemudian dimenangkan Melaka, tapi pasukan Laksamana banyak yang tewas terkena sumpit beracun.

Lalu, Semerluki beralih menyerang Pasai. Mendengar itu, Raja Pasai memerintahkan Raja Kanayan untuk mengusir Semerluki. Pertempuran sengit di laut terjadi. Raja Kanayan akhirnya berhasil mengalahkan Semerluki. Kemudian, Semerluki terpaksa hengkang dari Samudera Pasai. “Ia mengakui keberanian dan kepahlawanan Raja Kanayan. ‘Berani Raja Kanayan ini dari Laksamana’ kata Semerluki mengakui kegagahan Raja Kanayan,” demikian Taqiyuddin mengutip sejarah itu.

Taqiyuddin bilang, berdasarkan legenda yang direkam dalam Hikayat Melayu itu bisa diketahui bahwa Raja Kanayan ialah seorang panglima perang laut yang terkenal lihai serta gagah berani di masanya.
Meskipun riwayat hidup Raja Kanayan belum banyak diketahui, tapi Taqiyuddin memperkirakan Raja Kanayan tak kalah hebatnya dengan Khairuddin Barbarus (1470-1547), panglima laut (laksamana) Turki 'Utsmani yang hidup setelahnya.

Pada ke dua nisan makam Raja Kanayan, kata Taqiyuddin, juga dihiasi syair-syair peringatan untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang masih hidup. Di bagian puncak nisan sebelah kaki (selatan) terukir sebaris doa: “Ighfirillahumma warham li shahibi hadzal qabr (Ya Allah, ampuni dan rahmatilah pemilik kubur ini)”.

“Ukiran kalimat yang amat jelas terlihat itu seolah ingin mengingatkan setiap peziarah untuk membacakan doa tersebut kepada pemilik makam,” kata Taqiyuddin beberapa waktu lalu.

Ketika itu, Taqiyuddin bilang, komplek makam Raja Kanayan tersebut sepengetahuan dirinya belum tercatat dalam inventaris situs sejarah Bidang Kebudayaan Aceh Utara. Itu sebabnya, belum pernah dipugar sebagaimana layaknya.

Kendati temuan dari hasil penelitian Taqiyuddin tentang makam Raja Kanayan sudah disampaikan ke publik melalui media massa, kala itu. Tapi Pemerintah Aceh Utara lewat Bidang Pariwisata dan Kebudayaan, baru tergerak hati pada tahun 2011 untuk mengusulkan anggaran kebutuhan pemugaran situs sejarah itu.

Kepala Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Utara Nurliana kepada The Atjeh Post, Sabtu, 12 Mei 2012, menyebutkan, saat ini pihak rekanan tengah membangun cungkup untuk memayungi makam Raja Kanayan, Panglima Perang Samudera Pasai, di Desa Meunasah Ujoung, Blang Mee, Samudera. Konstruksi cungkup makam, kata Nurliana, dikerjakan sejak Senin, 7 Mei lalu dengan dana APBK Aceh Utara tahun 2012.

Di penghujung April lalu, kata Nurliana, pihaknya dibantu sejumlah warga telah melakukan pembersihan komplek makam Raja Kanayan supaya bisa dibangun cungkup. “Penting kita bangun cungkup agar situs sejarah ini terawat dengan baik,” katanya.

Begitulah, Raja Kanayan, sang Panglima Perang Samudera Pasai. Makamnya yang bertahun-tahun terabaikan, tanpa ada yang peduli, kini akhirnya mulai dipugar. Melestarikan warisan budaya yang bernilai. Teramat bernilai...[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar